Jakarta,newsinvestigasi-86.com –Perseteruan antara Arwan Koty dengan PT Indotruck utama ibarat semut melawan gajah, Kasus semut VS gajah tersebut bermula saat Arwan Koty berniat membeli alat berat Excavator dari PT Indotruck utama, Tujuan Arwanq membeli Excavator untuk mengembangkan bisnis tambangnya yang berlokasi di Nabire Papua.
Selanjutnya dibuatlah Perjanjian Jual beli (PJB) antara Arwan Koty dengan PT Indotruck untuk pembelian 1 unit Excavator Volvo EC 210D seharga Rp 1.265.000.000 ,(satu milyar dua ratus enam puluh lima juta rupiah),
Transaksi dilakukan pada tahun 2017. Saat itu Arwan Koty sudah membayar pelunasan untuk pembelian Excavator sesuai dengan harga yang telah di tentukan oleh PT Indotruck dan telah disepakati. Namun hingga kini Excavator yang yelah dibayar oleh Arwan Koty tak kunjung di serahterimakan oleh pihak Indotruck kepada Pembeli (Arwan Koty).
Sebelum melakukan upaya hukum untuk penyelesaian masalah itu. Arwan Koty telah melayangkan Somasi kepada PT Indotruck, Agar PT.Indotruck memenuhi kewajibannya sesuai Perjanjian Jual Beli (PJB). Dalam hal ini mengembalikan uang yang telah dibayarkan atau menyerahkan unit Excavator dalam keadaan baru kepada Arwan Koty, Namun somasi itu tidak digubris oleh pihak PT Indotruck.
Marasa tidak ada etikat baik dari PT Indotruck, Arwan Koty yang di dampingi penasehat hukumnya Tanggal 28 Agustus 2018 membuat Laporan Polisi No. LP/B/1047/ VIII /2018 /BARESKRIM tindak pidana Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP yang diduga dilakukan oleh Susilo Hadiwibo dan kawan-kawan dari PT Indotruck Utama, Penyelidikannya di tangani oleh Subdit 6 Ranmor Dit Reskrim Polda Metro Jaya.
Atas laporan polisi, Penyidik Subdit 6 Ranmor Dit Reskrim Polda Metro Jaya secara lisan menyampaikan kepada Arwan Koty agar mencabut Laporannya dengan alasan laporan banyak terlapornya, sehingga membuat kabur pokok perkara.
Atas saran penyidik, Arwan Koty mencabut laporannya dan menandatangani surat pencabutan laporan polisi No.LP/B/1047/VIII/2018/Bareskrim tertanggal 28 Agustus 2018 tersebut.
Setelah Arwan Koty menandatangani surat pencabutan tersebut, Pada tanggal 17 Mei 2019, DitReskrimum Polda Metro Jaya menerbitkan surat ketetapan S.Tap/66/V/RES.1.11/2019/Dit reskrimum tentang penghentian penyelidikan. Namun didalam surat penghentian penyelidikan itu tidak disebutkan alasan dihentikannya penyelidikan.
Pada tanggal 16 Mei 2019 Arwan Koty juga membuat Laporan Polisi di Polda Metro Jaya dengan Nomor :LP/3082/V/2019/PMJ/Ditreskrimum sehubungan dugaan tindak pidana Penipuan dan atau Penggelapan yang diduga dilakukan oleh Bambang Prijono dan Theresia Dewi Anggraeni dari PT Indotruck Utama dimana Penyelidikannya ditarıgani oleh Subdit 4 Jatanras Polda Metro Jaya.
Belum sempat selesai menyampaikan keterangannya, pada tanggal 21 Desember 2019 melalui pesan singkat aplikasi WhatsApp Arwan Koty meminta kepada penyidik untuk BAP tambahan atas permintaan Arwan Koty tersebut Penyidik hanya menyampaikan bahwa Penyelidik sedang persiapan pengamanan Natal.
Tanpa diketahui dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu Penyidik Subdit 4 Jatanras Polda Metro Jaya telah menghentikan penyelidikan atas laporan Arwan Koty.S.Tap/2447/XII/2019/Direskrimum tertanggal 31 Desember 2019 alangkah terkejutnya Arwan Koty, Berdasarkan surat ketetapan penghentian penyelidikan tersebut, Ternyata Penyidik telah melakukan gelar perkara pada tanggal 20 Desember 2019 sebagai dasar penghentian penyelidikan, padahal pada tanggal 21 Desember 2019 Arwan Koty meminta waktu untuk memberikan keterangan atau BAP tambahan. Saat itu penyidik menyampaikan informasi yang
Diduga tidak transparan bahwa Penyelidikan terhadap laporan Arwan Koty telah dihentikan.
Blakangan diketahui bahwa ternyata penyidik mendasarkan penghetian Penyelidikannya adalah berdasarkan Surat Ketetapan Nomor :
S.Tap/66/V/RES.1.11/2019 Ditreskrimum tentang Penghentian Penyelidikan sebelumnya, sebagaimana tersebut diatas dengan menyatakan bahwa berdasarkan ketetapan penghentian sebelumnya tersebut laporan Arwan Koty tidak ditemukan unsur tindak pidana penipuan dan penggelapan. Sebagaimana Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang disampaikannya kepada Arwan Koty. Padahal sebagaimana disebutkan diatas, dalam Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/66/V/RES 1.11/2019/Ditreskrimum tentang Penghentian Penyelidikan sebelumnya tersebut, tidak disebutkan alasan penghentian penyelidikannya.
Saat dikonfirmasi wartawan, Kuasa hukum Arwan Koty mengatakan, Penghentian penyelidikan terhadap laporan Arwan Kotyi bukanlah keinginan Arwan Koty.
Menurut keterangan kuasa hukum Arwan Koty Diduga atas dasar saran Penyidik Subdit 6 Ranmor Dit Reskrim Polda Metro Jaya secara lisan yang menyampaikan kepada Arwan Koty agar mencabut Laporan Polisi tersebut dengan alasan laporan terlau banyak sehingga membuat kabur pokok perkara atau terlapornya. dan atas saran itu pula Arwan Koty menandatangani surat pencabutan laporan polisi No.LP/B/1047/VIII/2018/Bareskrim tertanggal 28 Agustus 2018 tersebut yang diduga konsepnya dibuatkan oleh Subdit 6 Ranmor Dit Reskrim Poldae Metro Jaya.” ujar kuasa hukum Arwan Koty.
Dengan adanya surat pencabutan laporan polisi No.LP/B/1047/VIII/2018/Bareskrim tertanggal 28 Agustus 2018 itula diduga dimanfaatkan oleh terlapor untuk melaporkan balik Arwan Koty.
Atas laporan Polisi Nomor: LP/B/0023/1/2020/Bareskrim tanggal 13 Januari 2020 Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/372/V/RES.1.9./2020/Dit tipideksus tanggal 27 Mei 2020. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/112/V/RES.1.9./2020/ Dittipideksus tanggal 27 Mei 2020, Surat Ketetapan Dir tipideksus Bareskrim Polri Nomor: S.Tap/44/VII/RES.1.9./ 2020/Dit tipideksus tanggal 24 Juli 2020 Arwan Koty ditetapkan sebagai tersangka.
Rabu 16/12/20 Sidang dugaan kriminalisasi terhadap Arwan Koty telah memasuki agenda eksepsi keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum, Penasihat Hukum Arwan Koty menyampaikan, Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum dinilai cacat hukum tidak berdasarkan pasal 143 KUHAP. Dimana pengadilan negeri jakarta selatan tidak berhak dan berwewenang mengadili dan memeriksa berkas perkara Arwan Koty. Sebab tempat perbuatan hukum (Locus at Delicti) berada di wilayah Jakarta Utara, Demikian juga pihak pelapor PT.Indotruck Utama, serta sejumlah saksi saksi berdomisili di Jakarta Utara.
“Maka sepatutnya secara kompetensi relatif yang berwewenang mengadili perkara ini bukan pengadilan negeri jakarta selatan, akan tetapi Pengadilan Negeri Jakarta Utara, “ujar penasihat Hukum Arwan Koty.
Penasehat hukum menyampaikan, bukan hanya kejanggalan dalam dakwaan JPU, akan tetapi adanya klausul dalam perjanjian jual beli yang diduga telah diingkari pelapor PT.Indotruck Utama. Bahwa perkara Aquo ini merupakan kualifikasi dari pasal 81 KUHP mengenai “Prajudice Geschil yang merupakan question Prejudicielle Au Jugement. Dimana suatu perkara pidananya maka atas perkara pidananya ditentukan oleh perkara perdatanya berkekuatan hukum tetap.
Dalam pasal tersebut dinyatakan, penundaan penuntutan pidana karena adanya perselisihan Prayudisial , menunda Daluarsa Maka, “sepatutnya perkara pidana atas nama Arwan Koty dihentikan atau ditangguhkan untuk memastikan secara perdata atau kebendaan, Untuk kepastian hukum apakah barang yang dibeli sudah diterima Arwan Koty?
Saat ini perkara tersebut masih dalam proses persidangan Perdata, ingkar janji atau Wanprestasi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dengan no perkara 181/Pdt.G/2020/PN JKT Ut, sehingga majelis hakim Diminta agar dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima atau batal demi Hukum.
(Nrhd)