Jakarta,newsinvestigasi-86.com -Tuntutan 1 tahun terhadap terdakwa Arwan Koty yang di bacakan oleh Jaksa Penuntut Umum beberapa waktu lalu dinilai tidak tepat, Sebab pasal yang di jadikan sebagai dasar menuntut Arwan Koty tidak ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Munculnya pasal 317 KUHP tanpa adanya pemeriksaan terhadap terdakwa Arwan Koty, Diduga sebagai pasal pesanan yang untuk melapisi pasal 220 KUHP.
Munculnya pasal 317 KUHP dalam dakwaan maupun tuntunan jaksa dinilai telah mencedrai peradilan, hal tersebut di kualifikasikan sebagai penyelundupan pasal yang untuk kriminalisasi Arwan Koty.
Hal tersebut dikatakan oleh penasihat hukum terdakwa Arwan Koty dalam persidangan yang digelar pada kamis 10 November 2021 pada agenda sidang pembelaan terhadap terdakwa (pledoi).
Dalam pledoinya, Penasihat hukun Arwan Koty, Pendi Matias Sidabariba SH dan Aristoteles MJ Siahaan SH menyatakan. Bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa melaporkan pihak presdir PT Indotruck Utama kepada pihak kepolisian adalah untuk memperjuangkan Haknya terhadap PT Indotruck Utama. Terkait Excavator yang telah dibeli dan yang telah dibayar lunas oleh terdakwa namun tak kunjung diterima.
Sehingga terdakwa melaporkan adanya dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/B/1047/VIII/2018/Bareskrim, tanggal 28 Agustus 2018 yang kemudian laporan tersebut dihentikan pada tahap penyelidikannya oleh penyidik Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Ketetapan Nomor:S.Tap/66/V/RES.1.11/2019/ Dit. Reskrimum, tanggal 17 Mei 2019.
Serta Laporan Polisi Nomor: LP/B/3082/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimum, tanggal 16 Mei 2019 yang kemudian laporan tersebut juga dihentikan pada tahap penyelidikannya oleh penyidik Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Ketetapan Nomor:S.Tap/2447/XII/2019/Dit. Reskrimum tanggal 31 Desember 2019.
Dalam uraian laporan No: LP/3082/V/2019/PMJ/ Dit. Reskrimum Polda Metro Jaya, Jelas diterangkan Bahwa Arwan Koty telah memesan 1 unit Excavator dengan type EC 210D, dan di buktikan dengan adanya PJB No.157 /PJB / ITU /JKT / VII /2017 tanggal 27 Juli 2017. dan Excavator tersebut telah dibayar lunas oleh Arwan Koty (pembeli).
Menurutnya karena terdakwa telah menjadi korban suatu tindak pidana, Menurut ketentuan pasal 108 ayat (1) KUHAP menyatakan “setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan suatu tindak pidana berhak untuk mengajukan Laporan atau pengaduan kepada Penyelidik baik lisan maupun tulisan.
Menurut Undang undang Nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban khususnya ketentuan pasal 10 yang mengamanatkan bahwa saksi, korban dan Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya.
Adanya 2 saksi serta bukti pelunasan pembelian Excavator serta dan juga melampirkan dokumen adanya Penetapan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sehingga tidaklah tepat apabila terdakwa Arwan Koty dituntut dengan sengaja membuat laporan palsu dan pengaduan fitnah kepada penguasa sebagaimana diatur didalam pasal 220 KUHP dan pasal 317 KUHP.”ujar penasehat hukum terdakwa dalam pledoinya.
Dalam pledoinya penasihat hukum terdakwa berharap majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo tersebut agar dapat mempertimbangkan kaedah yang menyangkut semua dalam perkara a quo ini.
Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan penasihat hukum Arwan koty menyatakan bahwa Excavator belum diterima oleh klienya. Penasihat hukum Arwan Koty juga menyatakan bahwa Berdasarkan semua alat bukti yang diajukan dalam persidangan perkara a quo ini memberikan petunjuk bahwa alat berat tersebut tidak pernah diserahkan kepada Terdakwa dan tidak pernah dikirim ke Nabire,Papua.”ujarnya.
Dengan segala kerendahan hati Tim Penasihat Hukum terdakwa Arwan Koty memohon dengan hormat kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara a quo ini untuk memutuskan dengan amarputusan,1. Menerima Nota Pembelaan (Pleidoi) terdakwa Arwan Koty.
dan atau penasihat hukumnya.
2.Menyatakan menolak Dakwaan dan atau tuntutan jaksa penuntut
umum secara keseluruhan.
3.Menyatakan terdakwa Arwan Kory tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan
dalam dakwaan pertama dan dakwaan Kedua.
4.Membebaskan terdakwa Arwan Koty dari segala dakwaantersebut (Vrijspraak) sesuai pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidaktidaknya melepaskan terdakwa Arwan Koty dari semua tuntutan hukum (Onstlaag van alle rechtvervolging) sesuai pasal 191 Ayat (2) KUHAP.
5.Menyatakan merehabilitasi nama baik terdakwa Arwan Koty dalam keadaan semula.
6.Membebankan biaya perkara kepada negara.
Apabila yang mulia majelis hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara a quo ini berpendapat lain, penasihat hukum Arwan Koty berharap putusan yang seadil-adilnya (ex aequo at bono), Dengan tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia terdakwa sebagai manusia.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati dan memberikan kesehatan kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan kita semua, Amin.”tutur penasihat hukum Arwan Koty.
(Nrhd)