Jakarta,newsinvestigasi-86.com -keterangan Susilo Hadiwibowo dalam BAP dibawah sumpah bertolak belakang dengan keterangan Bambang Prijono Susanto Putro dan keterangan Priyonggo dibawah sumpah dihadapan penyidik maupun dihadapan majelis hakim.
Priyonggo penerima kuasa melapor dari Bambang Prijono yang mengaku telah menjadi korban atas laporan Arwan Koty, Padahal Dua laporan Arwan Koty tersebut telah dihentikan pada tahap penyelidikan belum naik ke tahap Penyidikan serta belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka, jadi belum ada korban yang di rugikan materil maupun imateril.
Fakta tersebut diduga telah diplintir atau diputar balik oleh Bambang Prijono bahwa laporan dihentikan pada tahap Penyidikan dan mengaku telah menjadi korban atas laporan tersebut.
Atas dasar keterangan para saksi dari pihak PT Indotruck Utama dinilai Janggal dan diragukan kebenarannya, Kepada Ketua majelis hakim Arlandi Triyogo SH MH, penasihat hukum Arwan Koty meminta agar para saksi dari pihak PT Indotruck Utama dapat dihadirkan di persidangan untuk dikonfrontir sehingga perkara pidana yang melibatkan Arwan Koty menjadi terang benderang.
Pada minggu lalu persidangan dengan agenda konfrontir mengalami penundaan lantaran Jaksa penuntut umum dan saksi Susilo Hadiwibowo yang akan dikonfrontir mangkir (tidak datang) Pada Rabu 16/6/21 sidang agenda konfrontir antara saksi Susilo Hadiwibowo dengan Fini Fong dapat dilangsungkan.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Arlandi Triyogo SH, MH, Saksi Susilo Hadiwibowo menerangkan bahwa Arwan Koty adalah Customer PT Indotruck Utama yang telah membeli Excavator secara lunas (cash).

Kepada majelis hakim saksi Susilo Hadiwibowo juga menjelaskan, Bahwa Excavator Volvo EC 210D yang dibeli oleh Arwan Koty dan telah dibayar lunas, Tidak diserahkan secara langsung Kepada Arwan Koty, Namun diserahkan kepada jasa Expedisi.”ujar saksi Susilo.
Saat ditanya oleh penasihat hukum Arwan Koty apa dasarnya saksi memberikan Excavator tersebut kepada Expedisi?
Saksi Susilo menjawab,Di hadapan saksi, Fini Fong langsung telepon Soleh Nurtjahyo untuk mengambil alat berat Excavator di Yard PT. Indotruck Utama.
Dinilai berbohong saat menjawab pertanyaan Penasihat hukum Arwan Koty, Keterangan Susilo tersebut langsung dibantah oleh Fini Fong yang dalam perkara tersebut sebagai saksi meringankan (saksi A de Charge).
Saksi Fini Fong menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menghubungi Soleh atau siapapun untuk mengambil Excavator di PT Indotruck Utama, Secara lisan maupun secara tertulis.
“Harga Excavator itu Miliaran rupiah, Masa segampang itu pihak Indotruck menyerahkan barang yang harganya miliaran kepada orang lain yang bukan Pembeli, hanya dengan lisan tidak ada surat kuasa tertulis dari pembeli.
Kenapa saat itu di Jayapura tidak minta Arwan Koty untuk membuat surat kuasa karena Pembelinya adalah Arwan Koty sesuai yang tertuang dalam PJB.’ujarnya.
Pada pasal IV dalam PJB No.157 sangat jelas para pihak selaku penjual dan pembeli sepakat untuk mengadakan serah terima Excavator dengan tandatangan bersama Berita Acara Serah Terima (BAST) Excavator oleh para pihak ditempat yang telah diperjanjikan yakni di Yard PT Indotruck Utama.
Hal yang sangat gak masuk logika jika saksi Susilo menyerahkan Excavator begitu saja kepada Expedisi tanpa surat kuasa terlebih lagi tidak dibuat Berita Serah Terima Barang (BAST) seperti yang tertuang dalam PJB.”kata fini.
Setelah melalui perdebatan didalam ruang sidang, Akhirnya Susilo mengakui bahwa dirinya tidak mengatakan Pak Arwan sudah terima Excavator.
Terkait keterangan dibawah sumpahnya dihadapan penyidik maupun dihadapan majelis hakim, Saksi susilo yang dikonfrontir dengan fini Fong mengatakan, Bahwasanya laporan Arwan Koty dihentikan pada tahap Penyelidikan, Susilo juga menerangkan bahwa dirinya 4 kali dipanggil dan dimintai keterangan oleh penyidik dengan didampingi pengacara dan dirinya yang tanda tangan di berkas BAP itu.
Perkara dugaan kriminalisasi terhadap Arwan Koty seharusnya menjadi preseden buruk kepada penegak hukum, Seperti Insitusi kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung, Pentingnya penyuluhan atau penerapan hukum yang tepat dalam penanganan suatu perkara, sehingga tidak ada lagi korban kriminalisasi hukum.
Seperti halnya aparat Kepolisian yang menangani perkara Arwan Koty tersebut diduga telah merekayasa berkas perkara, Dimana alat bukti STap penghentian Penyelidikan seolah-olah disamakan Penyidikan. Demikian juga Jaksa Penuntut Umum Abdul Rauf SH yang membuat surat Dakwaan terhadap terdakwa Arwan Koty,”kata Aris dihadapan para awak media usai persidangan.
Bukti dalam berkas perkara sangat jelas dalam STap, Laporan Arwan Koty dihentikan pada tahap Penyelidikan, Namun dalam surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa penuntut umum Abdul Rauf SH dan dibacakan oleh Jaksa Sigit Hendradi SH dinyatakan bahwa laporan Arwan Koty dihentikan pada tahap Penyidikan.
Seharusnya dakwaan jaksa tersebut sudah cacat hukum, Namun majelis hakim pimpinan Arlandi Triyogo SH,MH tetap melanjutkan jalannya persidangan, Seharusnya majelis hakim punya hak dan wewenang untuk menghentikan jalanya persidangan tersebut pada saat agenda putusan sela atau pada saat Praperadilan dengan dalil Berdasarkan Dua surat ketetapan S.Tap/2447/XII/2019/ Dit.Reskrimum tertanggal 31 Desember 2019 dan surat Ketetapan Nomor: STap/66/V/RES. 1.11/ 2019 /Dit.Reskrimum tanggal 17 Mei 2019. Bahwa laporan tersebut telah dihentikan pada tahap Penyelidikan yang dimana belum ada dampak hukumnya dan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Kepada Wartawan, Aristoteles MJ Siahaan SH penasihat hukum Arwan Koty menjelaskan, Kenapa klienya bisa ditetapkan menjadi tersangka atas laporan polisi LP/B/0023/I/2020/Bareskrim tanggal 13 Januari? Aris menjelaskan bahwa bukti bukti pendukung untuk melaporkan Arwan Koty diduga hasil rekayasa.”ujarnya.
Pada persidangan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Surat Tugas yang dijadikan bukti pada tahun 2019 itu tidak tercantum nama pemilik Excavator, Namun saat membuat laporan di Bareskrim pada tahun 2020, Surat Tugas yang dijadikan alat bukti terdapat nama pemilik Excavator, “Arwan Koty) dan Fini Fong”
Kepada wartawan Aris juga mengatakan bahwa perkara pidana yang menjerat Klienya ditengarai adanya mafia peradilan. Mulai dari penyidikan hingga persidangan.
Adanya dugaan rekayasa dalam perkara laporan palsu tersebut dikarenakan majelis hakim dalam memeriksa dan mengadili Arwan Koty dalam persidangan memperlihatkan keberpihakannya terhadap saksi pelapor maupun saksi yang mengaku telah menjadi korban.’ujar Aris.
Dalam persidangan majelis hakim selalu menganulir pendapat terdakwa dan membatasi haknya penasehat hukum terdakwa untuk bertanya kepada saksi saksi. Perlu diketahui bersama bahwa majelis hakim yang mengadili Arwan Koty adalah Hakim yang memeriksa berkas perkara Praperadilan yang dimohonkan oleh Arwan Koty. Sehingga Netralitas Hakim tersebut patut diragukan,”kata Aristoteles MJ Siahaan SH
Semestinya Hakim menjadi tumpuan bagi para pencari Keadilan tidak boleh mengarahkan terlebih lagi memihak, Tidak heran jika banyak hakim yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. karena sikapnya yang tidak mencerminkan sebagai Wakil Tuhan Di Bumi”ujar Aristoteles MJ Siahaan SH.
(Nrhd)






