Jakarta,newsinvestigasi-86.com –Fini fong istri Arwan Koty terdakwa dalam perkara dugaan laporan palsu kecawa terhadap jalanya persidangan pengadilan negeri jakarta selatan, Lantaran sidang yang telah diagendakan konfrontir keterangan saksi Susilo Hadiwibowo dengan keterangan saksi fini fong terpaksa harus ditunda.
Ditundanya persidangan tersebut lantaran jaksa penuntut umum Sigit SH serta saksi Susilo Hadiwibowo tidak hadir dalam persidangan, Menurut keterangan pensihat hukum Arwan Koty, Jaksa penuntut umum telah memastikan persidangan pasti digelar dan saksi Susilo Hadiwibowo juga pasti hadir dipersidangan.
Namun setelah ditunggu hingga pukul 17:40wib,Saksi Susilo Hadiwibowo maupun Jaksa penuntut umum Sigit SH tak kunjung datang, Karana dinilai tidak hadir (mangkir) selanjutnya majelis hakim pimpinan Arlandi Triyogo SH,MH yang didampingi hakim anggota Toto SH,MH dan Ahmad Sayuti SH MH, membuka persidangan guna untuk menunda persidangan hingga pekan depan karena saksi maupun JaksaNya mangkir.
Karena diduga kecawa Wanita paruh baya yang saat ini sedang berjuang mencari keadilan untuk suaminya tersebut mengatakan.”Dari mulai pukul 10 pagi kita sudah komunikasi dengan jaksa, kata jaksa hari ini pasti sidang dan saksi Susilo Hadiwibowo juga pasti datang,’ujar istri Arwan Koty menirukan pembicaraan Jaksa Sigit SH.
Untuk mendapatkan keterangan saja kami sulit apalagi mendapatkan keadilan, Kami merasa diperlakukan beda (diskriminasi), Dalam perkara ini suami saya telah diKriminalisasi, Suami saya dilaporkan atas laporan palsu yang dilakukan oleh Bambang Prijono, Presdir PT Indotruck Utama.”ujar istri terdakwa saat meluapkan rasa kecewanya.
Merujuk pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, Dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwasanya semua warga negara sama kedudukannya di dalam hukum. Makna dari equality before the law tersebut ditemukan di hampir semua konstitusi negara, makna tersebut seharusnya lebih diyerapkan dan diutamakan di negara hukum seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Namun istilah atau makna dari equality before the law tersebut tidak seperti hanyalah kata khiasan bagi jaksa Sigit SH. Makna tersebut diduga tidak diperuntukkan bagi keluarga Arwan Koty. Hal tersebut dikatakan oleh Istri Arwan Koty dihadapan para awak media.
Seharusnya setiap warga negara wajib diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum, Sebab setiap aparat penegak hukum terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan, Namun dalam perkara pidana terhadap suami saya praktiknya suami saya (Arwan Koty) tidak mendapatkan Norma-norma Hak asasi sebagai warga negara yang seharusnya mendapatkan keadilan.”kata fini fong.
Kepada wartawan, istri Arwan Koty juga mengatakan, Hak asasi sebagai warga negara yang harus disamakan kedudukannya didalam hukum, akan tetapi Hak itu sama sekali tidak pernah didapatkan oleh suami saya,”ujar fini Fong kepada para awak media di pengadilan negeri jakarta selatan Rabu 9/6/2021.
Dalam penegakan supremasi hukum equality before the law semestinya tidak ada tebang pilih atau diskriminasi.”tandasnya.
perkara lapor melapor antara Arwan Koty sebagai pembeli Excavator dan Bambang Prijono sebagai penjual Excavator dari PT Indotruck Utama bermula adanya klausul dalam perjanjian jual beli yang telah diingkari oleh pihak PT.Indotruck sehingga Arwan Koty melaporkan Presdir PT Indotruck Utama sebanyak Dua kali dengan tuduhan penipuan dan penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 378,372 KUHP.
Berdasarkan Dua surat ketetapan S.Tap/2447/XII/2019/Dit.Reskrimum tertanggal 31 Desember 2019 dan surat Ketetapan Nomor: STap/66/V/RES. 1.11/ 2019 /Dit.Reskrimum tanggal 17 Mei 2019. keDua laporan tersebut dihentikan pada tahap Penyelidikan (belum ada dampak hukumnya).
Oleh terlapor Bambang Prijono Dua S-Tap yang dihentikan pada tahap Penyelidikan itu dijadikan bukti oleh terlapor Bambang Prijono untuk melaporkan balik Arwan Koty (pelapor) ke Tipideksus Mabes Polri.
Dalam memberikan keterangan dihadapan penyidik diduga Presdir PT Indotruck Utama Bambang Priyono megaku telah menjadi Korban, Dalam laporannya Bambang Prijono mengatakan bahwa Laporan dihentikan pada tahap Penyidikan.
Namun fakta berdasarkan bukti KeDua surat S.Tap/2447/XII/2019 dan surat STap 66 / V / RES. 1.11 / 2019. Bahwa laporan tersebut dihentikan pada tahap Penyelidikan.
Dalam uraian laporan No.LP/3082/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimum Polda Metro Jaya jelas diterangkan Bahwa Arwan Koty telah memesan 1 unit Excavator dengan type EC 210D, dan buktikan dengan PJB No.157 /PJB / ITU /JKT / VII /2017 tanggal 27 Juli 2017. Bahwasanya Excavator tersebut telah dibayar lunas oleh Arwan Koty (pembeli).
Saat dikonfirmasi terkait ditundanya persidangan pada Rabu 9/6/21. Penasihat hukum terdakwa Arwan Koty, Aristoteles MJ Siahaan SH mengatakan, “Beberapa minggu lalu kami telah membuat surat pengaduan terkait Perkara dugaan kriminalisasi terhadap klien kami (Arwan Koty),
Surat pengaduan tersebut telah kami kirim ke beberapa instansi diantaranya, Ketua Mahkamah Agung RI, Bawas MA, Kejaksaan Agung, JAMWAS, Komisi Kejaksaan serta surat tembusan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Upaya tersebut kita tempuh agar dalam perkara dugaan kriminalisasi terhadap Arwan Koty mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, terutama dari para pucuk pimpinan penegak hukum di Negeri ini, Agar perkara ini ada solusi solusi terbaik pada perkara pidana dengan nomor 1114/pid.B/2020/PN JKT.
Dalam perkara ini kami menduga ada permainan kotor dari mulai tahap pemeriksaan hingga persidangan, Sehingga dalam perkara pidana ini sangat kental sekali unsur-unsur rekayasa yang telah diseting sedemikian rupa, Agar Klien kami dinyatakan bersalah dan meyakinkan bersalah.
Pentingnya pengawasan dari pucuk pimpinan Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI serta Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, untuk mengantisipasi hilangnya kepercayaan pada penegakan hukum pada masyarakat terkait penegakan supremasi hukum di Negeri ini.
“Saya yahkin para pucuk pimpinan penegak supremasi hukum pasti sangat bijak serta Objektif jika memang beliau beliau membaca surat pengaduan kami terkait adanya dugaan kriminalisasi terhadap Klien kami Arwan Koty, Sehingga beliau beliau mengetahui betapa bobroknya kinerja anak buahnya dalam menegakkan supremasi hukum. Rencananya Kami juga akan membuat surat pengaduan ke DPR RI dalam hal ini Komisi III.
Jika perlu kita akan membuat surat kepada Presiden Jokowi, Agar Jokowi bersihkan oknum penegak hukum yang bekerja hanya untuk memperkaya diri sendiri yang berlindung pada kekuasaannya Sehingga cara cara kotor seperti merekayasa perkara dengan mengorbankan orang yang nyata-nyata tidak bersalah.”ujar Aristoteles MJ Siahaan SH kepada wartawan.
Dalam menegakan hukum seharusnya tidak ada tebang pilih (diskriminasi). Setiap warga negara harus disamakan kedudukannya dimata hukum (equality before the law) sehingga tidak ada hambatan Yuridis, Politis atau hambatan sosiologis serta psikologis.”tandas Aristoteles MJ Siahaan SH.
(Nrhd)