newsinvestigasi-86.com -Sidang pidana dugaan penipuan dan Penggelapan perkara No.:766/Pid.B/2023/PN.Jkt.Utr. kembali digelar di pengadilan negeri jakarta utara Kamis (14/9/23).
Perkara dugaan penggelapan yang menjerat terdakwa Rian Pratama Akbar dan Yanuar Rezananda akan terungkap kebenarannya pada fakta persidangan.
“Keterangan para saksi saksi akan membuka fakta sebenarnya, oleh karena itu kami berharap tidak ada yang ditutup tutupi, dibuka sajalah”, ungkap Penasehat Hukum kedua terdakwa, Mahadita Ginting SH MH, dari Law Office MG & P, Mahadita Ginting & Partners,
Menurut Penasehat Hukum, majelis hakim dalam memimpin persidangan harus fair sehingga fakta kebenaran itu bisa terungkap dalam persidangan, hal itu sampaikan Mahadita Ginting, menanggapi putusan Sela atas Eksepsinya yang tidak sependapat dengan majelis hakim.
Sementara Erly Asriyana SH, berharap agar dalam persidangan selanjutnya pemeriksaan saksi saksi dan Ahli, agar tetap dilaksanakan pada sidang offline. Sebab kalau sidang online selalu ada gangguan teknis, sehingga sangat mengganggu konsentrasi semua pihak, ujarnya.
Terkait keberatan (Eksepsi) penasehat hukum, majelis hakim pimpinan Sofia Marlianti Tambunan didampingi anggota Hotnar Simarmata dan Dian Erdianto, dalam putusan Selanya menyampaikan tidak sependapat dengan penasehat hukum terdakwa yang menyebutkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak sesuai dengan Pasal 143 KUHAP.
Menunya. dakwaan jaksa telah disusun dengan cermat, jelas, oleh karena itu pemeriksaan pokok perkara akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi saksi. Oleh karena itu jaksa penuntut umum diminta agar menghadirkan saksi saksi dalam persidangan berikutnya, ungkap majelis.
Rian Pratama Akba dan Yanuar Rezananda dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Riko Sudibyo, menyebutkan terdakwa Rian Pratama Akba dan Yanuar Rezananda, melakukan Penggelapan uang PT.Kencana Hijau Binalestari (KHB) tempat kedua terdakwa bekerja, pada pembelian 1 unit mesin sistem produksi pemanas heater dengan sistem listrik untuk kapasitas reactor 700 Kg, dari PT.Beo Ero Orien (BEO).
Dari pembelian mesin tersebut terdakwa mendapat persentase dari penjual sebesar Rp 150 juta rupiah, dari yang seharusnya Rp 200 juta rupiah.
Namun Penasehat Hukum terdakwa membantah seluruhnya dakwaan jaksa, sebab saat pembelian mesin tersebut kedua terdakwa bukan lah penentu harga mesin yang akan dibeli. Semua transparan antara pemilik perusahaan pihak pembeli dan pihak penjual. Antara pimpinan perusahaan PT.BEO selaku penjual dan PT.KHB pembeli sepakat dan membuat perjanjian kontrak kerja.
Setelah tercapainya kesepakatan mengenai harga dan spesifikasi harga Rp 3.380.000.000, selanjutnya dibuat perjanjian kontrak kerja dan ditandatangani tanggal 4 Januari 2021, ditandatangani masing masing Direktur, yakni Tio Effendy Tios PT.KHB dengan Direktur PT.Beo Ero Orien Efrizaldi.
Dari persentase pembelian mesin tersebut terdakwa mendapatkan hasil Rp 150 juta rupiah dari yang dijanjikan Rp 200 juta rupiah, sehingga dimana perbuatan melawan hukum yang dilakukan kedua terdakwa, ungkap tim Penasehat Hukum terdakwa.
(Nrhd)