Penegak Hukum Lebih Mengedepankan Pidana Umum Daripada Restorative Justice Terhadap Fatir 14th

Jakarta,newsinvestigasi-86.com –Terkait penangkapan terhadap FSR (14tahun), Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Sawangan Depok yang dilakukan oleh Jatanras Polda Metro Jaya, Achmad Saimima (rang tua FSR), Didampingi Penasihat Hukumnya, melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

FSR, Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang masih berusia 14 tahun, Sejak 23 Oktober 2020 lalu hingga16 November 2020, Masih ditahan di Polda Metro Jaya dengan status tahanan titipan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Bacaan Lainnya

FSR ditangkap oleh Jatanras Polda Metro Jaya terkait aksi unjuk rasa pada tanggal 08 Oktober 2020, Oleh penyidik, FSR yang masih berumur 14 tahun tersebut disangkakan Pasal berlapis, Yakni Pasal 170 KUHP, 214 subsider pasal 212 KUH Pidana, Pasal 211, 216 ayat (1), 218 dan atau Pasal 358 ayat (1) Jo. Pasal 55,56 KUH Pidana dan Pasal 160 KUH Pidana yang ancamanya diatas 5 tahun.

Senin 16/11/20 perkara pidana yang Diderita FSR mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Namun Hingga pukul 19:00wib, Perkara dugaan tidak pidana yang dialami oleh remaja 14 tahun itu belum Juga disidangkan, Entah apa alasannya.

hingga larut malam sidang dugaan perkara terhadap FSR 14 tahun belum juga di mulai

FSR diamankan oleh Jatanras Polda Metro Jaya dirumahnya di Pengasinan Sawangan Kota Depok pada hari Kamis 22 Oktober 2020 dini hari sekitar pukul 02.00 Wib. Saat melakukan penangkapan terhadap FSR, Anggota Jatanras Polda Metro Jaya, tanpa dilengkapi surat perintah penangkapan dan penahanan untuk keluarga. Alasannya gara-gara dianggap sebagai salah satu admin peserta unjuk rasa yang ditemukan di dalam ponsel miliknya.

Menurut keterangan Orang tua FSR, Padahal anak itu saat unjuk rasa berlangsung sedang berada dirumah dan tidak ikut demo.”ujarnya.

Achmad Saimima, orang tua FSR yang kesehariannya bekerja sebagai Marbot (kebersihan masjid). Mengadukan peristiwa naas yang menimpa anaknya kepada KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan menerangkan bahwa anaknya belum mengerti apa apa hanya gemar bermain handphone saat pandemi ini, terlebih lagi FSR sedang belajar online.

Kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia Achmad Saimima menjelaskan, Bahwa ia sangat khawatir akan kejiwaan anaknya yang akan terganggu, orsng tua FSR sangat berharap kepedulian dari pihak terkait, atas peristiwa yang sedang dialami oleh FSR.

Kepada wartawan, Eka Sumanja, SH., dan Encep Sanusi, SH selaku Penasehat Hukum Fatir Syahru Ramadhan Saimima, yang mendampingi keluarga Fatir melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mengatakan, seharusnya pemerintah lebih bijaksana dan arif dalam melihat persoalan ini, Terlebih lagi ananda FSR ini kan masih dibawah umur, masih pelajar dan belum cakap Hukum.

Lanjut menurut Eka, seharusnya pihak pihak penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) lebih elok jika menerapkan Restorative Justice hal ini sejalan dengan Pasal 40 ayat (1) tentang Konvensi Hak Anak (KHA) dan bukan melalui peradilan umum layaknya Penjahat.

mengingat anak tersebut masih berstatus sebagai pelajar aktif, yang dalam waktu dekat ini akan mengikuti ujian sekolah sebagaimana surat keterangan Kepala MTs Sawangan tertanggal 11 November 2020, Pada tanggal tersebut juga kami telah mengajukan Surat Permohonan Penangguhan Penahanan secara resmi tertulis kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Surat permohonan sudah kami kirim, Namun Hingga saat ini belum ada respon positif dari Pihak Kejaksaan, Kami berharap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dapat mendorong pihak pihak terkait agar anak tersebut mendapatkan keadilan serta mendapatkan Hak dasar berupa Pendidikan sebagaimana amanat Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD.” ujar Eka Sumanja SH.

Eka sumanja SH, Penasihat Hukum FSR

Menyikapi perkara yang dialami oleh FSR, siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang masih dibawah umur, Hisar Sihotang. Ketua Umum Gerakan Cinta Indonesia (GRACIA) turut angkat bicara.

Kapada wartawan, Ketum Gracia mengatakan. “FSR adalah aset Bangsa, Oleh karena itu, seharusnya FSR Dilindungi. Bukanya malah di Kriminalisasi yang menempatkan anak tersebut ke Penjara dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai Narapidana. “ujar Hisar Sihotang.

Seharusnya pihak kepolisian maupun Kejaksaan lebih Objektif dalam melihat suatu perkara, Terlebih saat mencari dan menjadikan seseorang menjadi tersangka terkait aksi unjukrasa 08 Oktober 2020 kemarin. Ketum Gracia juga mengatakan, jika akan menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam aksi unjuk rasa kemarin, Seharusnya jangan mengorbankan anak dibawah umur.” ujar Hisar.

“Jika ingin mengembangkan kasus Terkait Aksi Demo 08 Oktober 2020 yang lalu, Cari dan tangkap aktor Intelektual nya dong.. Jangan menumbalkan anak dibawah umur, Saya yakin FSR bukanlah Aktor Intelektual apalagi aktor utama provokasi, Dalam menetapkan sebagai tersangka provokator dalam aksi unjuk rasa. FSR hanyalah segelintir anak yang di jadikan tumbal demi prestasi. “ujar Ketum GRACIA.

(Nrhd)

Pos terkait