Jakarta,newsinvestigasi-86.com -Pencari keadilan terkait korban lelang agunan illegal Rita KK pemilik PT Ratu Kharisma (RK) meminta perlindungan hukum Otoritas Jaksa Keuangan (OJK) terkait dugaan perbuatan pidana Bank Of India Indonesia.
Bank yang dulu bernama Bank Swadesi yang saat ini berganti nama menjadi Bank Bank Of India Indonesia (BOII) tersebut diduga terlibat tindak pidana perbankan, tindak pidana korporasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Indikasi itu telah terbukti dengan ditetapkannya 21 direksi, pejabat dan pegawai Bank tersebut sebagai tersangka oleh Mabes Polri.
Salah satunya, Ningsih Suciati SE, mantan Dirut BOII. Bahkan Ningsih Suciati telah menjadi terpidana terkait lelang agunan illegal yang dinilai cacat hukum.
Penasihat hukum Rita KK, Jacob Antolis SH MH MM menyebutkan bahwa saat ini putusan kasasi Mahkamah Agung RI No. 1935 K/PID.SUS/2021 yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde) atas nama terpidana Ningsih Suciati SE.
“Sejalan dengan surat Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus pada Badan Reserse Kriminal Polri Jakarta Cq. Kasubdit Perbankan No. B/247/V/RES.2.2/2020/Dittipideksus tanggal 15 Mei 2020, Perihal: Pemberitahuan Penetapan Tersangka atas nama Primasura Pandu Dwipanata dkk (Direktur PT BOII),” tutur Jacob Antolis, Selasa (24/8/2021).
Dengan demikian, keterlibatan satu dengan lainnya dari ke-21 tersangka (termasuk Ningsih Suciati), dewan komisaris, dewan direksi, pejabat, dan pegawai PT BOII dalam Laporan Polisi No. Pol. : LP/233/VI/2011/Bali/Dit Reskrim tanggal 25 Juni 2011 dengan tindak pidana perbankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (1) huruf b dan pasal 49 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 atas perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut dalam tindak pidana perbankan tak bisa dipungkiri.
Menurut Jacob, Berdasarkan Laporan Polisi terkait tindak pidana perbankan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 49 ayat (1) dan (2) yang dilakukan Ningsih Suciati atau Laporan Polisi No. Pol: LP/233/VI/2011/Bali/Dit Reskrim tanggal 25 Juni 2011 masih ada yang harus ditindak lanjuti.
Sesuai Surat Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus pada Badan Reserse Kriminal Polri Jakarta Cq. Kasubdit Perbankan No. B/64/II/RES.2.2/2020/Dittipideksus tanggal 14 Februari 2020, Perihal : Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dinyatakan bahwa rencana tindakan selanjutnya penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Jakarta antara lain: melakukan penyitaan terhadap objek berupa; a. SHM 1682/Seminyak atas nama Budi Santoso, b.uang hasil lelang, c. uang hapus buku, dan f. mendalami atas peran dan tanggung jawab pihak terkait (21 pelaku) dalam proses lelang eksekusi yang mengandung cacat hukum.
“Penyidik juga sedang melakukan proses tindakan hukum dengan akan mengeluarkan dan menerbitkan daftar pencarian orang (DPO), pencekalan dan atau penangkalan, melakukan penjemputan, penangkapan, dan penahanan terhadap ke-20 tersangka atas nama Primasura Pandu Dwipanata dkk. Sebab, mereka sudah atau dapat dinilai tak kooperatif dan mencoba menghalang-halangi atau menghilangkan barang bukti atau menghambat proses penyidikan dan sudah melarikan diri atau tidak jelas tempat tinggalnya.
Khusus lima orang tersangka selaku dewan komisaris maupun dewan direksi PT BOII yang berkewarganegaraan India diduga sudah melarikan diri dan tidak jelas beralamat dimana tak diketahui lagi oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus pada Badan Reserse Kriminal Polri Jakarta Cq. Kasubdit Perbankan Mabes Polri Jakarta.
“Berdasarkan informasi yang kami dapat patut diduga 1 (satu) orang tersangka dari BOII yang berkewarganegaraan Indonesia selaku pemegang saham dan dewan komisaris BOII terus menerus berada di Singapura dan tidak berani pulang ke Indonesia. Hal ini tentu saja menyulitkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus pada Badan Reserse Kriminal Polri Jakarta Cq. Kasubdit Perbankan Mabes Polri Jakarta dalam melakukan proses hukum. Maka direncanakan mengeluarkan status DPO (Daftar Pencarian Orang),” tutur Jacob.
Jacob juga menjelaskan bahwa kewenangan OJK bukanlah semata-mata dalam konteks penegakan hukum administratif semata tetapi juga mencakup kewenangan penegakan hukum yang bersifat projustitia. Hal itu bisa dilihat pada UU No 21/2011 tentang OJK, tepatnya pada pasal 49, 50, 51 yang mengatur kewenangan penyidikan yang dimiliki OJK antara lain mengatur kewenangan penyidikan dalam pengawasan sektor jasa keuangan.
Pertama, “Tindak Pidana Perbankan.
kedua “Tindak Pidana di Bidang Perbankan”.
“Pertama mengandung pengertian tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan yang kedua lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank atau keduanya,” tutur Jacob.
Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjelaskan bahwa kewenangan penyidikan OJK dapat dibenarkan dan konstitusional sepanjang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik Kepolisian. Dengan kata lain, terlepas dari jenis-jenis tindak pidana dalam sektor jasa keuangan yang sangat beragam, mengingat tujuan dibentuknya OJK, MK memandang kewenangan penyidikan OJK adalah konstitusional.
Pihak BOII atau para tersangka dalam kasus tindak pidana perbankan yang diduga bersama-sama terpidana Ningsih Suciati melakukannya di BOII belum dapat dimintai tanggapan.
(Red)