JAKARTA,newsinvestigasi-86.com
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera melakukan evaluasi terhadap Surat Edaran Direktur Jenderal
Pelayanan Kesehatan Nomor: HK.02.02/1/4611/2020 tentang batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid tes antigen-swab bagi masyarakat yang melakukan swab antigen mandiri. Rapid swab antigen dibutuhkan bukan saja sebagai kelengkapan perjalanan tapi yang lebih utama sebagai alat deteksi awal penularan Covid-19.
“Di gelombang 2 ini banyak keluarga suspect covid yang kemudian tidak di-testing dan di-tracking apalagi di treatment (3T) sebagaimana yang tercantum di dalam buku saku pelacakan kontak kasus Covid-19 Kemenkes RI oleh pihak penyedia layanan kesehatan terdekat karena keterbatasan personil,” ujar Teguh, Selasa (29/6/2021).
Ombudsman juga banyak menemukan suspect covid yang hasil swabnya positif harus melakukan test PCR sendiri karena lambatnya penanganan untuk tracing dan tracking oleh unit kesehatan dan para tracer Covid-19 di wilayah pengawasannya.
Meski para petugas Puskesmas dan tenaga tracer telah berjibaku luar biasa, tapi jumlah personil yang terbatas membuat masih banyak suspect covid yang kemudian harus melakukan swab mandiri bagi anggota keluarga lainnya dan test PCR mandiri,” lanjutnya.
Untuk kelompok masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah, pilihan untuk melakukan swab mandiri menjadi berat disaat menunggu penanganan dari pihak Puskesmas atau tracer setempat.
Lanjutnya, “mereka mengutamakan untuk melakukan PCR ke suspect yang sudah pasti positif, sementara untuk keluarga yang lain mereka memilih tidak melakukan swab apalagi PCR dan hanya berharap tidak kena saja. Keengganan untuk melakukan swab antigen tersebut juga sangat bisa dipahami karena masih cukup mahalnya biaya tes tersebut karena batas atas yang diperbolehkan oleh Dirjen Pelayanan Masyarakat bersama BPKP masih di kisaran 250 ribu rupiah untuk pulau Jawa dan 275 ribu rupiah untuk luar Jawa,” jelasnya.
Di sisi lain, tingginya antusiasme warga mempergunakan GeNose sebagai alat deteksi Covid-19 untuk perjalanan juga lebih disebabkan oleh harga yang murah, bukan tingkat akurasinya. Warga tidak terlalu memperhitungkan apakah GeNose akurat atau tidak selama mereka bisa dengan mudah melakukan perjalanan dengan biaya yang lebih murah. Satu hal yang menurut Ombudsman Jakarta Raya penting yaitu perlu dilakukannya peninjauan.Selain urgensi untuk mendorong warga membantu pemerintah dengan melakukan swab, juga faktor biaya yang seharusnya secara terbuka disampaikan oleh Kemenkes dan BPKP.
“GeNose sama-sama mempergunakan APD, mempergunakan personil terlatih, ada biaya administrasi dan margin/keuntungan, tapi biayanya bisa hanya 30 ribu rupiah saja. Jika kita asumsikan alat GeNose digratiskan saja dan biaya 30 ribu itu hanya untuk biaya APD, personil, administrasi dan keuntungan, kenapa Rapid Swab Antigen tidak bisa lebih murah dari harga yang ada sekarang jika keempat komponen tersebut bisa sebesar biaya komponen GeNose?” tanya Teguh.
Sementara berdasarkan pantauan Ombudsman, harga Rapid Test Swab Antigen Kit yang beredar di marketplace harganya berkisar antara 36 ribu s.d. 125 ribu rupiah per satuan dengan memperhitungkan nilai keuntungan yang telah diperhitungkan penjual.
“Baik GeNose maupun Rapid Antigen sama-sama tidak memerlukan lab khusus seperti halnya PCR. Jika pembelian (antigen kit) dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan tentunya tidak memakai harga eceran. Dengan pembebanan biaya personil, APD, administrasi dan keuntungan seperti komponen biaya GeNose, maka rentang harga tes Rapid Swab Antigen seharusnya di kisaran 66 ribu s.d. 160 ribu rupiah,” tegas Teguh.
Ombudsman juga berpendapat, penyedia tes seharusnya diwajibkan untuk membeberkan jenis alat tes Rapid Swab Antigen yang digunakan. Jika mereka menerapka tarif batas atas maka sepatutnya swab kit nya mempergunakan swab kit dengan harga dasar tertinggi.
“Nanti masyarakat yang akan menilai mau swab dimana, tentunya jika ada penyedia layanan kesehatan mematok tes dengan harga atas tapi harga swab kitnya dalam kisaran standar, masyarakat juga akan menimbang,” ungkapnya.
Terlepas dari harga bahan swab kit yang mahal atau tidak yang terpenting swab kit tersebut lolos standar mutu kemenkes. Selain penetapan harga Rapid Swab Antigen yang lebih wajar, Ombudsman Jakarta Raya juga meminta Kemenkes memberikan subsidi, bahkan pembebasan biaya bagi warga yang keluarganya suspect positif Covid-19 untuk melakukan swab di fasilitas kesehatan manapun, tidak harus di puskesmas atau rumah sakit rujukan, untuk mempercepat proses 3T.
Syarat pendaftarannya cukup dengan surat pengantar dari puskesmas atau RT/RW setempat yang menerangkan bahwa anggota keluarga mereka positif Covid-19, tanpa tapi mereka bisa swab di faskes manapun yang tersedia dan terintegrasi datanya dengan BPJS Kesehatan.
“Hal ini untuk mengantisipasi lambatnya swab yang dilakukan puskesmas atau rumah sakit rujukan karena membludaknya suspect covid dan minimnya personil yang mereka miliki,” tutup Teguh.
Ombudsman Jakarta Raya berharap dengan adanya penyesuaian harga tes Rapid Swab Antigen dan pembebasan biaya antigen bagi warga yang keluarganya merupakan suspectCovid-19 serta dapat tes di faskes manapun (tidak harus di puskesmas atau rumah sakit rujukan) tersebut akan mempermudah proses 3T selain untuk kebutuhan dokumen perjalanan.
(Gun)