KALIMANTAN BARAT,
Kementerian Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berupaya mempersempit ruang gerak mafia tanah Di Indonesia, dengan mempersiapkan rancangan peraturan menteri (Rapermen) tentang Pencegahan Kasus Pertanahan.
Tim Pelaksana Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan telah menggelar full board meeting selama tiga hari dari Senin tanggal 4 September sampai Rabu 6 September 2023 yang digelar di Hotel Mercure, Bansir Laut, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
full board meeting tersebut dipimpin oleh Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Iljas Tedjo Prijono, Staf Khusus menteri bidang penanganan sengketa tanah dan konflik pertanahan Irjen pol Widodo, Direktur pencegahan dan penanganan konflik pertanahan yang juga merupakan Ketua Satgas Mafia Tanah Kementerian ATR/BPN Brigjen Pol Arif Rachman.
Iljas Tedjo Prijono menegaskan bahwa saat ini Kementerian ATR/BPN sedang mempersiapkan permen baru untuk mempersempit ruang gerak dan praktek dari mafia pertanahan. Permen baru ini nantinya bertujuan untuk memitigasi kasus pertanahan sejak dini sehingga efektif dan efisien dalam menekan angka kasus pertanahan yang selama ini terjadi dan meresahkan Masyarakat.
“Permen baru tersebut untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal munculnya potensi kasus pertanahan sejak dini, baik dari aspek legal, sosial dan aspek lainnya secara internal dan eksternal yang memang perlu diantisipasi untuk mempersempit ruang gerak praktek mafia tanah,” tegas Ilyas Tedjo Prijono saat membahas permen baru Kementerian ATR/BPN.
Senada dengan Ilyas Tedjo Prijono, Brigjen Pol Arif Rachman berharap keseriusan dan dukung dari BPN se Kalbar, Polda Kalbar, Kejati Kalbar dan stakeholder terkait untuk bersama-sama menggebuk mafia pertanahan. Namun yang tidak kalah penting, yaitu bagaimana semua pihak bisa mengambil pelajaran dari kasus-kasus pertanahan di seluruh indonesia,terkhusus Kasus pertanahan yang terjadi di Kalimantan Barat.
“kasus-kasus ini, dimana kita ketahui bersama kasus mafia pertanahan Di Indonesia bukannya menurun akan tetapi justeru sebaliknya. Oleh Karena itu dengan permen yang baru ini kita dapat menutup celah bagi mafia pertanahan untuk melakukan kejahatan di bidang pertanahan. Praktik mafia tanah yang terorganisasi ini tidak hanya memberikan ketidakpastian hukum atas tanah, akan tetapi juga mengganggu jalannya investasi di Indonesia “.
“Ini adalah tugas kita semua dalam memberantas mafia pertanahan, dan tujuannya untuk menyelamatkan investasi di negara, pada saat tanah ada permasalahan hukum, maka tanah itu tidak memiliki nilai. Tidak ada pajak yang dikembalikan, kemudian tidak bisa digunakan untuk pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian mari kita bersama-sama menggebuk mafia tanah dan jangan takut!,” tegas Jenderal Bintang Satu ini.
Ketika dimintai pendapat tentang rencana permen tersebut,ketua umum Seknas KPPJustitia dan sekaligus kepala Kantor Hukum Chandra Kirana Law Offices & Partner Adv. Chandra Kirana, S.H. mengatakan bahwa;, “Apa yang dikatakan tentang semakin marak dan meningkatnya praktek Mafia tanah di tanah air dikarenakan para mafia tanah yang berlindung dibalik penegakan hukum dan peraturan-peraturan seperti halnya Peraturan Pemerintah(PP) 18 tahun 2021 yang memberi ruang bagi mafia tanah untuk merampas tanah milik masyarakat.”
Misalnya Peraturan Pemerintah (PP) dengan Nomor 18 Tahun 2021, dalamnya mengatur bahwa eigendom verponding sudah tidak bisa dipakai sebagai hak atas tanah.”
“Bahwa eigendom verponding bukan menjadi alas hak lagi. Tapi alat penunjuk saja,” tambah pengacara yang sering membantu masyarakat tidak mampu yang hak tanahnya dirampas mafia tanah ini.
Perlu diketahui, pemerintah Indonesia, yakni pada tahun 1960 sempat memberi kesempatan pada para pemilik tanah berstatus eigendom. Selambat-lambatnya dapat dikonversi pada September 1980. Konversi tersebut guna memindahkan status kepemilikan lahan, yang semula berstatus Hindia-Belanda menjadi sesuai dengan produk hukum agraria Indonesia.
“Jadi, sudah tidak berlaku. Itu sudah menjadi tanah negara lagi. Artinya, siapa yang menguasai fisik, dengan sejumlah syarat, dia yang bisa memohon,”
Akan tetapi akar permasalahannya saat pemilik tanah dengan alas Hak eigendom Verponding dimasa pemerintahan Orde baru justeru dipersulit saat hendak melakukan konversi hak kepemilikan tanahnya pada saat itu,karena tanah-tanah eigendom Verponding banyak yang dirampas oleh pemangku kekuasaan dan bahkan oleh anak dan keluarga penguasa kala itu. Pemilik dan ahli waris diancam dan diintimidasi. Keterbatasan keuangan dan financial menjadi kendala selain intimidasi dan ancaman yang dilakukan penguasa di zaman orde baru,Tutur Chandra.
Mafia tanah bukan dilakukan masyarakat awam,namun pelakunya merupakan orang-orang kuat secara ekonomi dan bahkan punya pengaruh besar untuk melakukan intervensi penegakan hukum dan kebijakan politik di negeri ini,” tegas Chandra lagi.
“Jadi kita lihat saja semakin meningkatnya praktek mafia tanah Di Indonesia yan merampas hak rakyat, seharusnya pemerintah menyatakan darurat agraria dan tegas melakukan reformasi menyeluruh mulai dari kantor-kantor BPN/ATR dimana banyaknya oknum dari dalam yang bermain mata dan kongkalikong dengan mafia tanah yang bekerja sama dengan oknum lintas Instansi yang merampas hak milik rakyat,”
“Dispensasi dan kebijakan harus diberikan pada rakyat yang memiliki tanah dan tidak mampu membiayai pengurusan kepemilikan tanahnya yang luas,seharusnya dapat dicarikan solusi agar Hak masyarakat yang tidak mampu tersebut dapat memperoleh haknya secara hukum dan negara juga tidak dirugikan dan ada pemasukan,hal ini yang harus dipikirkan. Kalau tidak tentunya mafia tanah akan memanfaatkan hal seperti ini untuk merampas tanah-tanah milik masyarakat,” tambah Chandra.
“Mafia tanah punya kekuatan financial untuk mengerahkan orang-orang menguasai tanah rampasan masyarakat tidak mampu,yang menjadi alasan kuat untuk mengajukan permohonan hak atas kepemilikan tanah,dimana oknum kepala desa/lurah,oknum notaris,oknum pengacara,Oknum Politisi dan oknum penegak hukum diajak bekerjasama untuk melakukan kriminalisasi ketika pemilik lahan berupaya mencari keadilan melalui jalur hukum, Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan yang penting bilamana kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan hendak mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) untuk mengatasi Hak tanah masyarakat yang dirampas oleh mafia tanah.”,Tegas Chandra Mengakhiri.
REVIE NI86C