Jakarta,newsinvestigasi-86.com -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Diminta awasi dan selidiki sidang perkara wanprestasi dengan perkara No.181/Pdt.G/2020 atara penggugat Arwan Koty dan tergugat PT.Indotruck Utama.
Rencananya pembacaan putusan perkara wanprestasi itu akan dibacakan tanggal 28 januari 2020 setelah beberapa kali ditunda, pentingnya pengawasan KPK terhadap perkara tersebut, di karenakan persidangan perdata wanprestasi itu disinyalir adannya upaya praktik jual beli perkara menjelang pembacaan putusan.
Dari hasil investigasi wartawan dilapangan, Disinyalir terdapat sejumlah oknum yang sengaja mencari keuntungan dari perkara itu, Biasanya modus calo perkara atau makelar kasus (markus) dalam suatu perkara. ia menjanjikan bisa mengatur putusan suatu perkara.
Perseteruan antara PT.Indotruck vesrsus Arwan Koty dalam perkara wanprestasi itu patut mendapatkan pengawasan dari Badan pengawas Mahkamah Agung maupun dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena dalam perkara perdata wanprestasi tersebut Disinyalir adanya indikasi praktik jual beli perkara (suap).
Perkara gugatan wanprestasi itu bermula saat Arwan Koty ingin mengembangkan usahanya dalam bidang pertambangan, Saat itu Arwan Koty membutuhkan alat berat jenis Excavator, Selanjutnya pada tanggal 27 juli 2017 Arwan Koty melakukan proses Jual Beli Excavator kepada PT.Indotruck Utama dimana dalam perkara a quo tersebut Arwan Koty selaku pembeli dan PT.Indotruck salaku penjual.
Selanjutnya, Kedua belah pihak telah setuju dan sepakat untuk membuat dan menandatangani surat Perjanjian Jual Beli, Dengan surat Perjanjian Jual Beli Nomor 157/PJB/ ITU/JKT/ITU/2017 tertanggal 27 juli 2017. Serta dengan kesepakatan harga Rp.1.265.000.000, (satu milyar dua ratus enam puluh lima juta rupiah).
Sesuai kesepakatan Perjanjian Jual Beli Nomor 157/PJB/ ITU/JKT/ITU/2017 tertanggal 27 juli 2017. PT.Indotruck wajib menyerahkan satu unit Excavator Volvo EC 210D kepada Arwan Koty selambat lambatnya satu minggu setelah pembayaran lunas.
Dalam perjanjian Jual Beli tersebut juga mengatur tempat penyerahan Excavator, Yang mana mengacu pada Pasal IV Ayat 1, Bahwa PT.Indotruck Utama berkewajiban menyerahkan 1 unit Excavator Volvo EC 210D di Yard PT. Indotruck Utama dengan kesepakatan penanda tanganan Berita Acara Serah Terima Excavator oleh para pihak, Yakni Arwan Koty dan pihak PT.Indotruck Utama.
Meskipun Arwan Koty telah memenuhi kewajibannya dan telah membayar
lunas pembelian Excavator Volvo EC 210D kepada PT.Indotruck Utama, Namun sampai saat ini, Hingga sidang gugatan wanprestasi yang telah dimohonkan Arwan Koty Menjelang pembacaan putusan, Belum ada serah terima Excavator dari PT.Indotruck kepada Arwan Koty.
Saat dikonfirmasi wartawan terkait adanya dugaan jaual beli putusan perkara, Ketua Umum LSM Gerarakan Rakyat Cinta Indonesia (Geracia) Hisar Sihotang mengatakan, Menaggapi perkara perdata wanprestasi dengan No.181/Pdt.G/2020 antara penggugat Arwan Koty versus tergugat PT.Indotruck. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya praktik jual beli Putusan perkara, dan tidak menutup kemungkinan juga, Adanya Mafia peradilan yang berusaha untuk bermain guna mencari keuntungan, Dengan iming-iming dapat mengatur putusan perkara. Hal hal seperti inilah yang seharusnya diantisipasi serta tidak boleh dibiarkan.
“Sejak 2012 hingga 2020, Sedikitnya
ada 20 Hakim yang tersandung masalah korupsi terkait jual beli putusan Perkara, Saya berharap, Jangan sampai ada lagi Hakim yang tertangkap KPK karena tersandung praktik jual beli Putusan perkara, Perbuatan Hakim yang telah tertangkap itu telah mencoreng profesi Hakim dan telah mencederai lembaga peradilan.
Dalam memutus suatu perkara seharusnya majelis hakim mempertimbangkan fakta persidangan, seperti bukti bukti maupun keterangan saksi saksi. Dalam persidangan Hakim sebagai tumpuan untuk para pencari Keadilan yang seharusnya memeriksa dan mengadili perkara seadil-adilnya dan mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, Bukannya malah melakukan tindakan koruptif.
Saat ini, kesejahteraan para Hakim sudah jauh lebih baik. Sejatinya Hakim tidak perlu lagi melakukan perbuatan yang bisa menjatuhkan citra dan martabat Peradilan sehingga menimbulkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap supremasi Hukum.”ujar Hisar.
Beberapa waktu lalu Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sedikitnya terdapat 20 Hakim yang tertangkap tangan karena terlibat praktik korupsi. Hal ini tentunya
semakin menguatkan kesimpulan bahwa ada persoalan serius dalam konteks pengawasan di lingkungan Mahkamah Agung. “ujar Aktivis ICW Kurnia Ramadhana.
Kurnia mengatakan, Padahal regulasi yang mengatur pengawasan pada lingkungan MA telah tertuang secara jelas dalam Peraturan Mahkamah Agung No 8 Tahun 2018. Untuk itu, sebenarnya dapat dikatakan bahwa implementasi dari regulasi tersebut telah gagal di jalankan dilingkup pengadilan. Kejadian itu seharusnya menjadi bahan refleksi yang serius bagi dua institusi pengawas Hakim, yakni Badan pengawas MA dan Komisi Yudisial, “tegas Kurnia.
Sebelumnya, ICW sempat memetakan pola korupsi yang terjadi di sektor pengadilan, dan menemukan setidaknya terdapat tiga tahapan korupsi. Pertama, Saat mendaftarkan perkara. Dalam tahapan ini adalah bentuk permintaan uang jasa. Ini dimaksudkan agar salah satu pihak mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.
Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan.
Ketiga, saat persidangan. Modus ini yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak.
“Seorang hakim yang terlibat kasus korupsi sebenarnya tidak hanya bersinggungan pada regulasi hukum saja, Wkan tetapi juga melanggar kode etik, “ujar Kurnia.
Pentingnya control sosial dan pengawasan dari berbagai pihak, termasuk lembaga pengawas atau pemantau peradilan sipil, untuk memberikan input atau masukan kepada Mahkamah Agung untuk meminimalisir pelanggaran serta mengantisipasi mafia Peradilan tidak semakin merajalela yang membuat peradilan Tidak berjalan sesuai peraturan.
(Nrhd)