KETAPANG, News Investigasi-86.
Carut marut polemik Perkebunan Kelapa Sawit (PKS) berlokasi di Kawasan Hutan Lindung (KHL) Bukit Konar Desa Alam Pakuan, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Sehingga menimbulkan bertolak belakang antara Kades Muara Jekak, Muhtaram dengan Mantan Kades Alam Pakuan, Andrias Manau. Terkait “Bukit Ketola” serta Bukit Konar masih Utuh dan Asri.
Seperti dikutip dari salah media online HNN TIMES. Com, edisi tanggal 12 Februari 2025, Kepala Desa Muara Jekak, Muhtaram menjelaskan,” bahwa masyarakat telah lama berkebun di wilayah sekitar Bukit Konar, bahkan sebelum ditetapkan sebagai hutan lindung pada 2014″.
“Ia menegaskan bahwa warga tidak pernah menanam sawit di Bukit Konar secara langsung, melainkan di area sekitar kaki bukit”.
“Dalam sejarahnya dan hingga kini bukit itu masih utuh dan asri. Meski satu hamparan sawit yang ditanam masyarakat berlokasi jauh dari bukit, didaerah yang dulu dikenal sebagai Bukit Ketola,” ujar Kades Muhtaram.
Namun fakta dilapangan bukit Konar ratusan hektar sudah dipenuhi tanaman pohon kelapa sawit milik Pengusaha warga Sandai, Kabupaten Ketapang.
Menurut Andrias Manau Mantan Kepala Desa Alam Pakuan, mengatakan,” pada Tahun 1978 Bukit Konar ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Lindung, oleh Sunardi Bupati Ketapang, Kalimantan Barat”.
“Perihal Bukit Ketola kami tidak mengetahui ada nama Bukit Ketola, kami siap menjadi saksi sampai ke Bareskrim Polri, bahwa dari jaman adat kami yang benar adalah Bukit Konar bukan Bukit Ketola,” sebut Andrias Manau.
Lanjut Andrias Manau, bahwa selama kami menjabat Kades Tahun 2010 s/d 2016 pengusaha sawit tidak pernah meminta ijin buka lahan Perkebunan Kelapa Sawit (PKS) di wilayah Desa Alam Pakuan, tegas Andrias Manau Mantan Kades Alam Pakuan.
Mengingat para pengusaha sawit tersebut, terancam Pidana sesuai dalam Pasal 105 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2014 yaitu Pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Bahkan melanggar Pasal 16 B ayat (2) Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga Undang Undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM.
“Praktik-praktik seperti ini juga yang dikeluhkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, atas rendahnya perolehan Pajak dari sektor perkebunan. Karena perkebunan ILEGAL otomatis tidak membayar Pajak dan merugikan keuangan negara”.
Script Analisis Lembaga TINDAK INDONESIA.
Yayat Darmawi.,SE.,SH.,MH Koordinator Lembaga Tim Investigasi Dan Analisis Korupsi saat dimintai Legal Opininya via WhatsApp mengatakan bahwa Perbuatan Kejahatan mengambil dengan menguasai kawasan hutan lindung mesti dilakukan tindakan tegas oleh Aparat Penegak Hukum karena Perbuatan Kejahatannya telah Melanggar Pasal 83 ayat ( 1 ) Huruf ( b )UU Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dengan ancaman pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar dan Pasal 78 ayat ( 6 ) UU Kehutanan dengan ancaman sangsi pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 Miliar. Secara hukum sangsi pidana terhadap pelaku kejahatan menguasai hutan lindung mesti diterapkan, pinta yayat.
Kejahatan menguasai hutan lindung adalah merupakan perbuatan kejahatan yang dilakukan secara sengaja yang mana perbuatan pelakunya mesti di proses secara hukum agar supaya akibat dari perusakan yang telah dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai aturan hukum yang berlaku, kata yayat.
Perbuatan yang bersifat menjerat bagi para pelaku yang merusak hutan lindung dan yang merusak lingkungan di Kabupaten ketapang selama ini tidak maksimal sehingga para perusak hutan lindung dan para perusak lingkungan di kabupaten Ketapang menganggap sepele sangsi Hukum kehutanan, dan sangsi Hukum Lingkungan, cetus yayat lagi.
(Uti Iskandar/Tim).