Batas Desa di Kecamatan Sandai Belum Jelas, Rentan Timbulkan Konflik Antar Warga

KETAPANG, News Investigasi-86.

Ketidak jelas tapal batas dapat menyebabkan ketidak pastian hukum dan perampasan hak milik sehingga memicu perselisihan, dan menimbulkan konflik antar warga di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Bacaan Lainnya

Kemudian Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, didesak warga Kecamatan Sandai. Untuk segera menyelesaikan tapal batas desa.

Terutama di desa-desa perbatasan dan desa yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA). Oleh sebab itu, permasalahan hal tersebut harus segera diselesaikan dan harus dapat dideteksi sedini mungkin.

Diduga kurang tegasnya Pemda Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dalam mengambil keputusan sehingga penyelesaian tersebut terkesan lamban dan terbengkalai.

Desakan itu datang dari Sapuan (48) warga Desa Sandai Kiri, Kecamatan Sandai, dikarenakan konflik tapal batas desa di Kecamatan Sandai, ini sudah terjadi sekian tahun dan sampai saat ini belum ada putusan yang jelas sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang dirugikan.

“Apakah Pemda Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, tidak sanggup untuk menyelesaikan masalah tapal batas desa di Kecamatan Sandai,” sebut Sapuan

Ditempat terpisah Beni Hardian (52) warga Ketapang, sebagaimana Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2016 dijelaskan juga bahwa tujuan penetapan dan penegasan batas desa untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu desa, sehingga memenuhi Aspek teknis dan yuridis.

Artinya, dengan adanya batas wilayah sudah ada kepastian hukum dalam penyelesaian lahan bisa cepat selesai. Selasa (22/04/2025), ucap Beni Hardian.

Script Analisis Lembaga TINDAK INDONESIA.

Yayat Darmawi,SE,SH,MH Koordinator Lembaga Tim Investigasi Dan Analisis Korupsi saat memberikan Statemen Yuridisnya via WhatsApp mengatakan bahwa masalah batas desa kecamatan sandai perlu di perjelas secara hukum karena kalau tidak jelas batas batas atau wilayah hukumnya maka akan menjadi triger alias pemicu konflik agraria antara warga dengan warga atau antara warga dengan perusahaan perkebunan, kata yayat.

Masalah tapal batas wilayah hukum desa sangatlah rentan dengan pemicu masalah yang merugikan warga masyarakat setempat seperti contoh desa semangau sambas warga masyarakatnya tidak dapat membuat SHM objek rumah rumah mereka karena alasan BPN kabupaten sambas SHM warga masyarakat semangau tidak dapat diterbitkan masih ada masalah dengan batas wilayah desa padahal warga masyarakat sudah turun temurun tinggal di wilayah desa tersebut, Nah persoalan yang tidak jelas begini kan akan merugikan warga masyarakat setempat karena seumur umur hidup sampai dunia kiamat pun maka warga masyakarat tidak akan memiliki Sertifikat bukti sah atas kepemilikan tanah dan rumah rumah mereka, cetus yayat.

Sertifikat tanah dari perspektif hukum adalah bukti kepemilikan sah atas tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah [ diterbitkan oleh BPN ] dan Sertifikat ini berfungsi sebagai alat bukti kuat yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pemilik tanah, Payung Hukum atau Dasar Hukumnya berada di UUPA Nomor 5 tahun 1960, PP nomor 24 tahun 1997, Permen Agraria / Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997 yang mengatur pelaksanaan PP secara hukum sudah jelas Hak Warga Masyarakat terkait dengan kepemilikan sertifikat akan di dapat apabila salah satu syarat pendukung terbitnya Sertifikat itu ada [ kejelasan tapal batas wilayah ] sebut yayat lagi.

(Tim NI86).

Pos terkait